Pemimpin redaksi media massa dan para pimpinan BPS kembali melakukan diskusi untuk kali kedua pada Rabu malam, 16 April 2014 diThe Sultan Hotel and Residences,
Jakarta. Pertemuan ini didasari pada pertemuan pertama di Hotel
Borobudur, 7 November 2013 dimana suasana saling memahami tercipta di
antara BPS dan para pemimpin redaksi yang tergabung ke dalam Forum
Pemred. Pada pertemuan yang dilaksanakan beberapa hari usai Pemilu
Legislatif ini, BPS mengusung tema yang agak berbeda, “Kebahagiaan dan
Ketimpangan”.
Penyiar
Metro TV, Prita Laura, kembali diminta BPS untuk menjadi moderator
diskusi. Narasumber diskusi adalah Kepala BPS, Suryamin dan Deputi
Bidang Neraca dan Analisis Statistik, Kecuk Suhariyanto. Hingga diskusi
dimulai pada malam itu, Deputi Bidang Statistik Sosial, Wynandin Imawan
berhalangan hadir menjadi narasumber karena harus mewakili pimpinan BPS
mengikuti pertemuan di tempat lain. Selain tema yang agak lain, acara
juga dibuka dengan sesuatu yang baru. Kebahagiaan dan ketimpangan
dibungkus lewat sajian komedi berdiri yang dibawakan oleh Temon. Alhasil
peserta pun terlihat lebih cair dengan guyonan-guyonan yang lucu dan
berisi.
Dari hasil penghitungan survei BPS (pilot project) diperoleh angka dalam bentuk Indeks Kebahagiaan (Happiness Index)
sebesar 65,11, dari skala 0-100. Kepala BPS menerangkan, Indeks
Kebahagiaan bisa dibagi menjadi empat, yaitu angka 0-25 disebut sangat
tidak bahagia, 25-50 tidak bahagia, 50-75 bahagia, dan 75-100 sangat
bahagia. “Dengan Indeks Kebahagiaan 65,11, secara nasional kita masih
masuk ke dalam bahagia,” tegas Kepala BPS.
Sementara
Kecuk Suhariyanto mengatakan, “Permasalahan utama yang membuat tingkat
kebahagiaan kita hanya 65,11, itu justru karena orang Indonesia kurang
puas dengan tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Di sisi lain,
yang paling tinggi tingkat kepuasannya adalah keharmonisan di dalam
rumah tangga. Jadi, Indonesian family is happy!”
Jika
tingkat kebahagiaan dilihat berdasarkan status perkawinan, seorang yang
menikah lebih bahagia dibandingkan yang belum menikah. Seorang yang
cerai hidup lebih tidak bahagia daripada yang cerai mati. “Kemudian
kalau kita lihat dari gender, ternyata wanita Indonesia lebih happy daripada pria Indonesia,” tukas Kecuk.